Keluhuran budaya dan keagungan alam di Pura Luhur Uluwatu

Dari sederet pura Hindu yang ada di Bali, Pura Luhur Uluwatu termasuk salah satu favorit pelancong. Selain kental dengan nuansa mistis, pemandangan spektakuler karena letak pura yang berpijak pada batu karang dan menghadap luasnya Samudera Hindia menjadi daya pikat utama.
Pura Luhur Uluwatu
foto: andiartawisata.com
Tak banyak kata-kata untuk melukiskan keindahan Pura Luhur Uluwatu Bali ini. Dengan posisi pura di atas sebuah bukit berketinggian 97 meter di atas permukaan laut, traveler akan dibuat kagum dengan menyaksikan pemandangan di bawahnya. Tidak hanya hantaman ombak yang membelah tebing, wisatawan juga akan dimanjakan dengan keindahan matahari terbenam dari ketinggian.
Orang Hindu Bali menganggap pura ini sebagai penyangga sembilan mata angin atau disebut Pura Sad Kayangan. Awalnya, pura ini dijadikan tempat memuja pendeta suci dari abad ke-11, Empu Kuturan yang menurunkan ajaran Desa Adat dan segala aturannya.
Tak hanya itu, pura yang berhadapan dengan Pura Andakasa, Pura Batur dan Pura Besakih ini kemudian dipakai untuk memuja Dang Hyang Nirartha, yang mengakhiri perjalanan suci di Bali akhir tahun 1550 dengan dinamakan Moksah atau Ngeluhur.

Lokasi Pura Luhur Uluwatu

Karena termasuk salah satu destinasi andalan di Pulau Dewata, tak sulit bagi wisatawan menemukan lokasi pura ini. Pura Luhur Uluwatu berlokasi di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Jaraknya lumayan dekat dari Bandara Ngurah Rai, kurang lebih satu jam ke arah selatan dengan menggunakan taksi atau kendaraan sewaan.
Untuk urusan kuliner, travelers pun tak perlu khawatir. Bermacam restoran dan kafe tersedia di sepanjang jalan Uluwatu, tinggal pilih mau yang menawarkan harga terjangkau atau justru makan di restoran mahal.

Nuansa Mistis Tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu

Tidak lengkap rasanya menyambangi Pura Luhur Uluwatu tanpa menyaksikan tari kecak. Tari tradisional Bali yang fenomenal ini memang bisa juga disaksikan Desa Batubalan dan Jalan Hanoman, tapi nuansa mistis akan sangat kental terasa jika kamu menontonnya di pura ini.
Tari Kecak Bali
foto: kfk.kompas.com
Pertunjukkan tari kecak di Pura Luhur Uluwatu rutin dipentaskan mulai pukul 18:00 waktu setempat setiap harinya. Tari tradisional Bali ini melibatkan 50-100 orang penari yang duduk melingkar dengan memakai kain berwarna hitam putih. Disediakan area lumayan luas untuk para pengunjung yang ingin menyaksikan tari tradisional ini dengan menghadap tanah tempat digelarnya pertunjukan.
Adalah kisah Ramayana yang biasanya menjadi lakon yang diceritakan dalam tarian yang memiliki suara khas ‘cak…cak…cak…’ dari para penari laki-laki sambil menggerakan tangan ke atas dengan kompak. Selain itu, ada pula penari lain dengan peran berbeda seperti Sri Rama, Shinta, Rahwana, Sugriwa dan Hanoman.
Bertepatan saat matahari tenggelam, para penari dengan kosttum kain motif kotak-kotak mulai memasuki arena dan kemudian duduk membentuk lingkaran di hadapan para pentonton. Meski sebuah tarian biasanya dibarengi alunan musik, berbeda dengan tari kecak. Tak ada alat musik apa pun untuk mengiringi tarian, melainkan suara para penari itu sendiri yang menghasilkan alunan merdu.
Harmonisasi suara dan gerakan para penari serta warna-warni kostum memberikan nuansa mistis. Namun keindahan Sang Surya saat menenggelamkan sinarnya menjadi perpaduan sempurna untuk menikmati kemegahan Pura Luhur Uluwatu.
Hanya ada kepuasan serta rasa kagum yang terlihat di raut wajah penonton setelah disuguhkan tarian berdurasi satu jam. Dengan merogoh kocek Rp 75.000 pelancong sudah bisa menikmati tari kecak dengan lanskap alam yang begitu memesona.